Senin, 16 Maret 2009

Franky S, Iwan Fals dkk: kita di bawah naungan “bendera yang sama” meski kampanye membelah kita

Sahabat Indonesia,

Musim kampanye terbuka dalam rangka pemilihan umum telah tiba. Keriuhan di sana-sini....heeeiiii .... saya suka si merah......ane sih milih si kuning ajah .... abdi mah si biru waaaeeeeee.....kulo nderek sing ijo-ijo ..... eeehhhh kitorang suka yang warna ungu moooo.......lalu, semua kita terbelah dan berbeda sesuai warna favorit kita. Dan cilakanya, terdapat 38 "kotak" yang akan memisah-misahkan kita + "kotak-kotak" lokal di Aceh + kotak berwarna putih. Dan ada yang lebih cilaka lagi, dalam satu rumah bisa saja abah, ambu, teteh, adik, paman, dan atau bibi ramai-ramai menjadi calon anggota legislatif dari kotak dengan warna yang berbeda...memilih si ambu, si teteh ngambg ke kita.....memilih mencontreng gambar si abang, yang adik tersinggung dan marah besar ke kita.......wwwuuuiiiiiuuhhhhhh......ambooooiiiiii....ramai.....ramaaaaaaiiiii banget.

Dan lalu, begitulah sidang pembaca. Kita berada dalam suatu situasi di mana kaki kita serasa berdiri di tubir jurang: perpecahan. Seringkali di mulut kita berteriak....bersatulah .....tetapi lihatlah....diam-diam kita mempersiapkan diri untuk ...... bercerailah......

Di situs berita www.detiknews.com, Ketua KPU Abdul Hafiz Ansyari mengatakan bahwa : "kami juga melarang para parpol melakukan pawai selama kampanye dan jangan sampai berbarengan kampanye konvoinya". Mudah ditebak mengapa sang Ketua KPU berseru demikian. Ya, pastilah untuk menghindarkan terjadi kerusuhan massa. Saya tidak tahu, terbuat dari bahan baku apa syaraf-syaraf emosi bangsa kita ini. Disenggol sedikit langsung berantem. Mudah marah dan mudah tersingung tetapi anehnya ...amat gemar berolok-olok. Suka menghina. Lebih aneh lagi, orang-orang pemarah ini setiap jumat tidak pernah alpa mengunjungi Masjid. Setiap hari minggu rasa-rasanya rumahnya sudah dipindahkan ke samping Gereja. Pura dan Kuil seolah nama tengah meraka.....ajaaaiiibbbbb.....ajaiiiibbbbb......rajinnya sembahyang = rajinnya bertengkar

So, sebelum semua pihak, apakah itu pemilik, pengurus dan suporter kota-kotak berwarna-warni itu beraksi lebih jauh maka marilah kita tengok kembali suatu himbauan yang tepat dan dari Franky Sahilatua, Iwan Fals, Edo Kondologit , Nicky Astria, Trie Utami dan lain-lainnya:..... "jangan kita mudah bertengkar dan mudah berpisah dan mudah berpencar" karena....kita semua satu keluarga besar....kita semua sama bernaung di bawah bendera yang sama.... Merah Putih ...... Indonesia.

di bawah tiang bendera
(Franky S, Iwan Fals, Edo K, Nicky A, Trie U dkk.)

Tabe Tuan Tabe Puan

Rabu, 11 Maret 2009

some day never comes by CCR ..... damai yang tak kunjung datang

Dear sahabat blogger,

Pernah mendengar Perang Vietnam? Pastilah sudah. Ya, perang ini adalah perang yang brutal. Amat brutal untuk tujuan yang amat sumir. Adalah serial penjajahan, perang,pembebasan dan permufakatan ganjil menyebabkan Vietnam Raya terbelah 2. Di Bagan Utara berdiri negara Republi Demokratik Vietnam atau Vietnam Utara yang komunia dan berafliasi ke China dan Soviet. Sementara itu di bagian Selatan berdiri Republik Vietnam yang ditongkrongi oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Dan mudah ditebak, era perang dingin yang merupakan arena persaingan Rusia VS Amerika Serikat memperburuk semuanya.

Setelah perang yang berkepanjangan akhirnya semangat rakyat Vietnam untuk tegak berdiri sebagai satu kesatua yang tidak terpisahkan tercapai. Di lihat dari adagium bahwa perang adalah perpanjangan medan pertarungan politik maka jelas dan terang benderang bahwa Vietnam Utara dan Soviet adalah pemenangnya. Tentara Vietnam Utara menang. Tentara Vietnam Selatan menjadi pecundang. Komunisme berkuasa di Vietnam dan mempersatukan kembali negara yang terpecah belah itu. Inilah perang yang akan dikenang secara politis sebagai kekalahan si Cowboy Yankee, Amerika Serikat. Beres? Belum.

Jika kemenangan dalam peperangan diukur melalui besarnya kehancuran yang dialami oleh pihak musuh maka perhatikan data berikut ini:
  • Jumlah tentara Ameriksa Serikat yang tewas: 58.226 jiwa dan 153.303 cedera/cacat;
  • Jumlah tentara Vietnam Selatan yang tewas : 200.000 jiwa;
  • Jumlah total tentara di pihak utara yang tewas mencapai 1,1 juta jiwa (menurut data Vietnam Utara) dan 3,2 juta jiwa (menurut data AS);
  • Jumah penduduk Vietnam, utara maupun selatan, yang tewas selama 2 periode perang di antara tahun 1957 - 1974 mencapai 4 juta jiwa.
  • Jutaan hektar hutan Vietnam yang terbakar selama masa operasi "rolling hunder" dengan bom-bom napalm yang dahsyat itu;
  • Jutaan penduduk cidera, cacat permanen dan trauma akibat penggunan senyawa kimia beracun sebagai substansi bom.
Siapa menamg siapa kalah? Atau begini saja: "menang jadi arang, kalah jadi abu". Jadi, secara militer AS tidak kalah. Bahkan sampai saat Richard Nixon membuat keputusan untuk menarik diri dari Vietnam dan membiarkan Vietnam Selatan berusaha mempertahankan dirinya sendiri, secara umum mesin temput USA "baik-baik saja". Bahkan setiap kali Vietnam Utara berulah dan tidak mau masuk ke meja perundingan, tentara AS menggunakan kekuatannya militer untuk memaksa. Biasanya Vietnam Utara, atas bujukan Uni Soviet dan China, mau juga duduk di meja perundingan setelah kampanye militer AS. Ketika itu, tentara AS diperintahkan untuk berhenti beroperasi meski situasi di lapangan menunjukkan seharusnya sernagan tidak boleh dhentikan. Ketika Vietnam Utara "mutung" dan mundur dari meja perundingan maka kampanye militer USA dijalankan lagi tetapi seolah-olah semuanya harus mulai dari awal dan dimulai dengan "membunuh" lebih banyak musuh lagi. Situasi maju tidak dan mundur tidak, sementara meski lebih sedikit tetapi korban di pihak AS juga berjatuhan., membuat militer AS mengalami frustrasi berat. Tentara AS, yang bagaikan anjing galak yang maunya mengiggit tetapi lehernya dirantai, depresi dibuatnya. Dan secara perlahan mengalami demoralisasi.

Sementara itu, nun jauh dari daratan hutan Vietnam, masyarakat AS mulai ribut mempertanyakan moralitas peperangan yang terjadi di Vietnam. Demo anti-perang Vietnam mulai marak. Lama-kelamaan gelombang demonstrasi semakin meluas dan rakyat AS bukan cuma ribut tetapi mulai berteriak keras dan menuntut: "mengapa kita menjadi pembunuh di Vietnam?". "STOP PEMBANTAIAN di Vietnam". Rupa-rupanya parade gambar orang-orang yang mati akibat kampanye militer AS ditonton bagai horor di televisi. Hal ini mengusik rasa kemanusiaan orang AS. Satu persatu tentara AS yang tewas dan cacat mulai menimbulkan histeria massa: "untuk apa anak-anak kami di bunuh untuk tujuan yang tidak jelas itu". "Amerika sedang tidak dijajah lalu mengapa berperang dan membunuh?"......

Salah satu aspek psikologi massa yang mengemuka adalah betapa banyaknya anak-anak yang kehilangan ayahnya yang berangkat sebagai prajurit dan lalu mati atau tewas di Vietnam. Pagi-pagi ayahanda mereka pamit berngkan ke suatu suatu tujuan yang tidak diketahui si anak dimana tempat itu. Ketika sang anak bertanya: untuk apa berangkat? Ayahnya menjawab: "nanti engkau akan tahu sendiri suatu hari nanti". Someday. Tetapi hari berganti hari. Bulan berganti bulan. Sang Ayah tak pernah kembali. Hanya ibunya yang dijumpai setiap hari dan juga sedang bersedih hati. Lalu menangislah sang anak...someday never comes, papa......

Super Group asal AS, Creedence Clearwater Revival (CCR) yang fenomenal itu menangkap secara persis fenomena psikologi anak-anak korban perang yang kehilanagn ayanda mereka itu. Lalu dibuatkanlah sebuah lagu. Lagu dari CCR itu kemudian menjadi salah satu lagu wajib kaum anti perang Vietnam. Dan seharusnya juga substansi lagu itu dipahami oleh kita sekarang ini. Untuk apa semua peperangan ini? Untuk apa semua perkelahian, pertentangan, dan pembantaian yang kita lakukan sekarang ini? Untuk apa Gaza, Irak, Afghanistan, Ambon, Poso, Aceh, Papua, Prabowo, Wiranto, Sintong, Kivlan? Untuk apa? Untuk masa depankah?

Ataukah, jangan-jangan semua ini hanya karena "kita" berbeda dari "mereka" dan oleh karena itu "mereka" harus dilenyapkan supaya "kita" berkuasa? Apakah ketika "mereka" lenyap maka masa depan itu otomatis menjadi milik "kita?. Apa hak kita untuk bertingkah bagai pemilik tunggal untuk apa yang disebut sebagai masa depan? Oh, semua itu saudara, hanya akna membawa kita kepada satu situasi saling membantai yang tak berujung. Ingatlah bahwa CCR, lewat vokalisnya yang dahsyat John Fogerty yang sekaligus pencipta hampir semua lagu-lagu CCR, pernah "menjerit" dan "berpesan"...heeeeiiiii..... someday will never comes .....

Jumat, 06 Maret 2009

"may be" by thom pace (theme song of TV series: grizzly adams) .... alam kita rumah kita dan, entahlah,....hidup kita

Dear sahabat blogger,

Tahun 1980-an awal, di layar TVRI - ketika itu stasiun TV lain tidak ada - diputar sebuah serial TV yang legendaris, yaitu “the live and times of grizzly adams”. Serial televisi ini berceritera tentang seseorang yang bernama Grizzly Adams yang melarikan diri dari tuntutan hukum karena diduga terlibat dalam suatu perkara pembunuhan. Adams melarikan diri karena merasa tidak pernah berbuat kesalahan apapun.

Adams melarikan diri ke arah pegunungan (mountain) dan mencoba bertahan hidup di sana sedapat-dapatnya (struggling for live). Dalam satu kesempatan, Adams bertemu seekor beruang grizzly yang sendirian (orphans), belakangan diberi nama Ben, lalu mencoba bersahabat dengannya. Dan itulah yang terjadi kendati sulit di awalnya karena si beruang, bagaimanapun, adalah hewan liar (wildlife) dengan naluri membunuh yang besar. Keduanya bersama-sama bertualang menelusuri gunung, hutan, sungai dan berbagai kehidupan liar lainnya sembari melindungi dan memelihara alam yang ada. Berteman bersama mereka adalah seorang pedagang tua, the Mad Jack, dan seorang native american - pria Indian - Nakoma.

Begitulah film cantik itu dan saya tak pernah melewatkan satupun serial itu. Memandang gambar-gambar alam nan asli, asri dan cantik adalah getaran tersendiri. Salah satu alasan mengapa saya selalu memilih bidang ilmu selalu berkaitan dengan alam bebas - peternakan range, ekologi tanaman dan perlindungan hutan - antara lain terinspirasi oleh film TV ini. Menonton persahabatan yang tulus di antara dua spesies yang berbeda mendatangkan degup tersendiri bagi rasa kemanusiaan kita. Salah satu adegan yang paling menggetarkan adalah ketika dengan tatapan mata nanar Ben harus menyaksikan Adams yang akhirnya tertangkap oleh seorang pemburu hadiah dan kembali dimasukkan ke dalam penjara. Tak kalah dahsyatnya dengan itu adalah adegan ketika kedua sahabat itu bertemu kembali karena setelah melewati proses hukum, Adams tidak terbukti bersalah. Kedua sahabat itu bertemu kembali dan melanjutkan persahabatan sembari terus mengembara di alam liar menebar kebaikan. Entah bagaimana cara pembuatan film itu tetapi ketika itu saya belajar 1 hal, yaitu persahabatan adalah mutiara yang sepatutnya dijaga.

Beberapa hari lalu, saya membaca berita bahwa di Sumatera Selatan dalam 1 tahun terakhir ini sudah 9 orang tewas diterkam harimau. Di Kupang, seorang pria tewas diterkam buaya. Kemanusiaan kita tergerak karena perasaan iba mendengar ada manusia yang mati diterkam binatang buas. Apa solusinya? Musnahkan si binatang buas? Mungkin begitu tetapi nanti dulu karena faktanya Harimau Sumatera adalah binatang liar yang dalam status dilindungi karena nyaris punah. Buaya Timor terolong hewan yang juga nyaris punah dan terpaksa dilindungi. Hiu yang menakutkan, Ikan Paus yang berukuran raksasa itu, Kuda Nil yang dahsyat gigitannya, Komodo yang ganas tetapi eksotik dan banyak lagi hewan perkasa lainnya itu pada faktanya adalah binatang yang terpaksa harus dilindungi karena nyaris punah. Mengapa mereka semua nyaris punah? Penyebab utamanya adalah perburuan oleh manusia dan yang lebih penting adalah ini: rusaknya habitat hewan liar itu karena alih fungsi lahan yang dilakukan manusia.

Atas nama sesama ras manusia kita patut bersedih atas matinya orang yang diterkam binatang buas. Akan tetapi obyektivitas kita harus menyadari bahwa ……manusia ternyata lebih buas dari binatang terbuas sekalipun….memang manusia kalah otot dan tenaga kebanding hewan-hewan liar itu tetapi dengan akalnya manusia berpotensi menjadi monster yang paling menakutkan. Seorang diri, Ryan van Jombang mampu menghabisi 11 orang. Hanya demi ambisi 1 orang, Hitler, 6 juta otang Yahudi harus meregang nyawa. Hanya karena ambisis berkuasa manusia mengkreasikan perang, yang menghabiskan jutaan nyawa sepanjang sejarah manusia. Dengan alasan perjuangan suci, manusia berani menabrakan pesawat ke twin tower di New Yor. Ribuan orang mati seketika. Demi memenangkan perang, hanya manusia yang mampu mengkreasikan bom atom dan cukup dengan sekali menjatuhkannya di Hiroshima. Matilah ratusan ribu nyawa sekaligus. Tanpa ampun. Tanpa kasihan. Jawablah saudaraku, siapa predator sesungguhnya?

Di tengah kesusahan hati itu, saya kembali teringan Adams dan Ben. Manusia dan binatang. Entah jikalau si Darwin benar bahwa kita masih sedulur dengan binatang-binatang. Terlepas benar tidaknya Darwin, yang pasti adalah kita dan alam adalah 2 obyek yang berbeda. Apakah karena kita berbeda maka kita boleh menusnahkannya? Mengapa kita dan mereka harus saling membunuh? Mengapa harus saling menghancurkan? Kemana rasa cinta kita? Kemana?

Marilah kita belajar dari Adam dan Ben. Lalu, Thom Peace menciptakan sebuah lagu cantik, yaitu “maybe” yang merupakan theme song dari serial TV itu. Lagu ini tidak saja indah dalam harmonisasinya tetapi liriknya membuat terkesima. Selamat menimba kearifan dari lagu ini.

Thom Pace Song Maybe “The Life and Times of Grizzly Adams
(versi audio recording)

(versi televisi)